PAMERAN KARYA DRAWING
“MENJELANG ANUGERAH BARLI”
Galeri Soemardja ITB – Bandung
10 – 25 Agustus 2018
Oleh
: Rizki A Zaelani (Kurator dan Pimpinan Galeri Soemardja)
Barli
Sasmitawinata sebagai pelukis, seniman, pendidik, dan pemerhati budaya dikenal sebagai
sosok perintis dan pejuang kebudayaan yang dihormati, khususnya oleh aneka
lapisan masyarakat kesenian dan warga umumnya di kota Bandung dan kota-kota
besar lainnya di Jawa Barat. Perjuangan dan perintisan Barli Sasmitawinata
dikukuhkan oleh pengalaman pendidikan dirinya yang matang serta `mendalam. Di
kota Paris (Perancis) dan Amsterdam (Belanda), beliau mengecap pendidikan
formal seni rupa di pusat-pusat pendidikan yang penting dan berwibawa (Academie
de la Grande Chaumiere, Paris serta Rijkakademie van beeldende kunsten,
Amsterdam) yang menjadi salah satu pusat pendidikan yang melahirkan para
seniman dunia pada masanya. Di tanah kelahirannya, Barli Sasmitawinta
meneruskan serta mengembangkan pengetahuan maupun kemampuan dirinya di bidang
seni rupa dan budaya bagi berbagai lapisan masyarakat yang berminat dan
bercita-cita menjadi seniman yang berhasil. Pun sejarah seni rupa Indonesia
mencatat Barli sebagai salah seorang penggerak perjuangan ‘seni rupa Indonesia
masa awal’ bersama-sama para tokoh seni rupa Indonesia lainnya yang juga adalah
sahabat dirinya, yaitu: Affandi, Hendra Gunawan, Soedarso, serta Wahdi Sumanta,
yang kemudian dikenang sebagai ‘Kelompok Lima’. Barli Sasmitawinata adalah
salah seorang yang penting sebagai tonggak kemajuan seni rupa Indonesia hingga
masa kini. Bagi warga Jawa Barat, khususnya para seniman di kota Bandung,
beliau bahkan dikenang sebagai sosok seorang ‘bapak’ yang sabar terus berkorban
demi kemajuan anak-anak didiknya. Atas kenangan terhadap jasa-jasa dan
sumbangsih penting peran Barli Sasmitawinata tersebut maka “ANUGERAH BARLI:
Anugerah Seni Rupa Barli Sasmitawinta” ini diselenggarkan.
Perkembangan
seni rupa Indonesia kini telah mengalami kemajuan yang pesat serta menampakkan
segi-segi pencapaian yang tidak lagi sama dengan seni rupa di masa produktif
Barli Sasmitawinata. Meski keduanya tidak sama namun tentu tidak berarti
keduanya berbeda. Sesungguhnya landasan pengetahuan dan keterampilan yang telah
ditempatkan oleh para tokoh perintis seni rupa Indonesia, termasuk tentunya
oleh Barli Sasmitawinata, adalah modal dasar penting yang menjadi landasan
perkembangan berbagai ekspresi ‘seni rupa mutakhir’. Kini, semua jenis
pengetahuan dan pendidikan lebih mudah diperoleh dan dipelajari oleh setiap
seniman yang bekerja aktif, melalui berbagai saluran informasi dan pengetahuan
yang makin mudah dan seolah tak memiliki batas. Saat kini, ekspresi seni rupa
seakan tak lagi memiliki batasan atau ‘pakem’ yang mengikat sehingga mampu
mendorong secara lebih cepat aneka kemungkinan idiom dan medium ekspresi.
Perkembangan semacam ini tentu tak hanya menghasilkan segi-segi yang positif
saja tetapi juga menunjukkan efek yang ‘kurang menguntungkan’, diantaranya yang
penting dicatat adalah pudarnya sikap konsisten dalam penghayatan proses
berkarya. Dinamika perubahan cara dan hasil berkarya yang kian cepat saat kini,
khususnya bagi para seniman muda, bisa menyeret seorang seniman pada situasi
perubahan yang tak lagi jadi bagian dari cara penghayatan diri yang mendalam.
Sosok Barli Sasmitawinata adalah sebuah model, kalau bukan disebut sebagai
ukuran, dari suatu sikap diri yang konsistensi untuk mengembangkan proses
dialog, perubahan, serta perkembangan seni rupa yang justru menjadi lengkap
melalui cara penghayatan diri yang mendalam. ANUGERAH BARLI mengandung
relevansi untuk memberikan dukungan terhadap segala bentuk dan cara yang
dilakukan seorang seniman, yang menghasilkan sikap ‘konsistensi diri yang
berkembang’, dalam proses pengembangan seni rupa saat kini sebagaimana teladan
peran yang telah ditunjukan Barli Sasmitawinata.
MENJELANG
ANUGERAH BARLI
Pameran
“Menjelang Anugerah Barli” (2017) adalah kegiatan dalam rangka untuk
memperkenalkan semangat dan gagasan ANUGERAH BARLI, yang didukung oleh para
seniman yang berkarya di ‘lingkungan pengaruh tradisi artistik’ Barli
Sasmitawinata atau para seniman yang berkembang melalui kapasitas artistik yang
telah diajarkan serta dikembangkan oleh Barli. Para seniman ini, tentu saja,
kini telah berkembang dalam ciri kecenderung karya masing-masing yang
berbeda-beda namun mereka sebelumnya pernah bersama-sama memulai serta
mengembang prinsip-prinsip berkarya —khususnya, menggambar— sebagaimana
diajarkan oleh Barli Sasmitawinta. Pada prinsipnya, para seniman ini adalah
para pendukung yang selanjutnya akan mendorong kemajuan tradisi penyelenggaraan
ANUGERAH BARLI. Pameran “Menjelang Anugerah Barli” (2017) ini bermaksud untuk
menunjukkan contoh-contoh terbaik bagaimana kemajuan karya-karya seni gambar
telah dirintis dan dikembangkan oleh figur Barli Sasmitawinata hingga saat
kini.
TEMA
: ‘DAUR HIDUP’
Tema
‘Daur Hidup’ (Life Cycle) dipilih untuk mengartikulasikan salah satu
segi dari nilai-nilai yang telah diajarkan sekaligus ditunjukkan oleh Barli
Sasmitawinata. Makna mengenai daur hidup mengandung konteks pemahaman luas
berkaitan dengan situasi hidup tiap-tiap orang —apakah ia adalah seorang
seniman maupun bukan— untuk memahami dan mengembangkan dirinya terhadap
lingkungan sosial dan budayanya. Setidaknya, kita bisa memahami makna daur
hidup ini melalui dua perspektif pemahaman, yaitu:
Pertama,
daur hidup bermakna sebagai cara penghayatan terhadap pengalaman hidup dengan
kesadaran diri bahwa segala sesuatu berlaku secara berulang (ibarat sebuah
siklus) dengan cara yang unik dan tak pernah menghasilkan situasi yang sama
persis. Dalam pengertian seperti ini maka suatu siklus bermakna sebagai sebuah
mata rantai perulangan (kebiasaan) yang mengandung berbagai kaitan sehingga
menghasilkan pola kebiasaan yang bernilai unik dan selalu berkembang. Kesadaran
(mengenai diri) bagi seorang seniman tak terpisahkan dari pengalaman dirinya
menjalani ruang dan waktu kehidupan yang dimaknai untuk mengembangkan kesadaran
tentang nilai-nilai budaya yang dihayati bersama oleh masyarakatnya. Seorang
seniman tentu tidak hanya memikirkan dan merasakan pengalaman hidupnya sendiri
saja, tetapi yang utama justru ‘mengajak’ pihak lain (masyarakat) dengan cara
masing-masing yang khas untuk melihat, merasakan, dan memahami tiap-tiap
pengalaman dalam rentang siklus ruang dan waktu kehidupan secara istimewa dan
bermakna.
Kedua,
makna mengenai soal daur hidup berkaitan dengan tema potensi ‘seni gambar’ (drawing)
—sebagaimana telah dicontohkan dan diwariskan secara fenomenal oleh Barli
Sasmitawinata— untuk memahami dan mengembangkan kecenderungan seni rupa
Indonesia saat kini. Jika kita bandingkan dengan sebuah lukisan (khususnya
lukisan yang realistik atau naturalistik), maka sebuah gambar atau sketsa
gambar ibarat sebuah konstruksi yang membangun kerangka hasil dari lukisan yang
dimaksud. Pada pengertian ini maka sebuah gambar adalah suatu tahapan dari
rangkaian proses melukis secara keseluruhan. Namun seni gambar (drawing)
adalah soal yang tak sama proses melukis semacam itu; ekspresi yang dilahirkan
oleh seni gambar justru adalah kesadaran untuk mengolah dan mewujudkan
konstruksi garis-garis bentuk (yang tentu memuat berbagai gagasan dan perasaan
sang seniman) sebagai sebuah hasil yang mengandung tersendiri maksud secara
penuh. Sebagai sebuah metoda kerja yang ditujukan untuk memberikan semacam
kerangka hasil tertentu, maka soal gambar di situ bermakna dalam potensinya
sebagai ‘bentuk yang nampak’ (picture) sekaligus juga sebagai ‘bentuk
yang tidak nampak’ (makna, imaji, image). Penjelajahan terhadap seni
gambar (drawing) tentu saja tidak memiliki batasan-batasan tertentu
hasil sebagaimana gambar atau sketsa berlaku dalam proses melukis. Hasil dari
seni gambar bahkan, misalnya, bisa menjadi sebuah karya seni lukis yang khas
serta tak sama dengan lukisan yang dikerjakan melalui cara yang konvensional.
Tujuan untuk menjelajahi kemungkinan-kemungkinan ekspresi dari kecenderungan
seni gambar dalam kegiatan ANUGERAH BARLI ini ditujukan untuk memahami kembali
siklus ‘kehidupan’ ekspresi sebuah karya seni rupa dua dimensional (sehingga) menjadi
tak sama persis dengan siklus kebiasaan melukis dalam pemahaman secara
konvensional.
Komentar